Selasa, 10 Februari 2015

Dear calon imamku..

Untuk apapun yang sedang kamu lakukan sekarang calon imamku. Kuharap kamu sedang dalam keadaan yang baik baik saja.

Sehat. Sedang semangat semangatnya bekerja. Sedang merintis jalanmu. Karirmu. Menuju ke aku.

Baik baiklah kamu disana. Tetapkan hatimu. Semoga Tuhan tetap mengarahkan pandanganmu hanya kepada hatiku.

Tetapkan langkahmu. Ambil jalan itu. Jalan menemukanku.

Jangan terbolak balik hatimu. Jangan.
Yakinkan.

Ya. Tegaskan. Jika kau memang menginginkanku.

Sebaik baiknya lelaki adalah yang mampu meyakinkan. Menuntun tangan ini.

Tak perlu dengan jalan yang memaksa. Pelan pelan. Pastikan kau menyentuhku ini dengan hangat. Lembut. Penuh kasih.

Aku disini. Masih terpaku disini. Dingin.

Jika saja kau bisa membaca auraku.

Aku tidak gampang diyakinkan. Jika saja kau tahu. Aku hanya ingin melihatmu berjuang untukku.

Pastikan memang aku berharga bagimu. Mungkin setelah ibumu.

Aku lelah. Kau bisa membacanya sebenarnya.

Bukan lelah atas mu. Tapi lelah atas masalaluku.

Buat aku mengangguk. Tak perlu keras. Anggukan pelan karena aku tersipu malu itu mungkin akan lebih syahdu.

Ketika bibirmu berucap "maukah kau menikah denganku?"
Mungkin aku akan terlihat setengah tak sadar. Aku mungkin akan terpana. Aku tak akan bisa menguasai diri dikala kau ucapkan kata itu.
Dari mulut siapa? Dari mulut orang yang menerimaku apa adanya. Menghormatiku.
Tak perlu memujaku. Tidak. Itu tidak perlu. Ketika aku adalah aku ketika bersamamu. Itu lebih dari yang ku perlu.

Aku tak ingin terlalu menuntutmu calon imamku. Biarkan kamu menjadi kamu Dan aku tetap menjadi aku.

Mungkin ada satu dua sifatku yang memuakkan. Menjengkelkan. Membuatmu marah.

Ya. Aku potensial untuk membuatmu berlaku seperti itu.

Tapi jangan kasari aku. Tetap dekap. Aku luluh dengan dekapanmu itu. Peluk. Sampai aku merasa memang disitulah seharusnya aku berada. Di dadamu yang bidang itu. Bukan di tempat lain yang sekiranya.

Tanganku akan bersambut. Raih. Raihlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar