Kamis, 24 Oktober 2013

Sesuatu itu bernama "Jarak" # Sebuah Catatan LDR

Jarak..
Iya, jarak sayang..
Kita terpisah oleh kata itu..
Bukan salah jarak aku rasa..
tidak bisa kita menyalahkannya..
Tapi memang beginilah adanya..
Takdir kita..

Ini bukan pilihan, sayang..
ini Konsekuensi..
kau telah memilihku, dan akupun telah memilihmu bukan?

Sayang,
ada banyak hal ketika kamu tidak disini..
Banyak hal yang ingin  ku bagi denganmu saat ini..
Banyak..
Andai saja kamu disisi..

Seperti yang biasa ku katakan,
kadang aku cemburu,
aku cemburu pada orang-orang yang setiap saat bisa bersama denganmu,
menikmati candamu,
menikmati diam mu,
menikmati marahmu,
atau hanya sekedar berjumpa fisik denganmu..

Lalu apa kabar dengan aku ?
aku hanya bisa merindumu,
lewat bbm ku, lewat sms ku atau juga lewat telfon ku. 
Dan kadang bertemu sosokmu(hanya jika ada waktuku dan waktumu..)

Kadang kita bertengkar sendiri karena hal-hal kecil yang harusnya tidak kita pertengkarkan,
seringkali kita dongkol, 
hanya karena sebenarnya kita tidak kuat lagi menahan rindu..
Lucu?
ya..
sesak kadang.
Tapi aku akan tetap menikmati masa dan rasa itu..
Bukankah seharusnya begitu?

Jarak mengajarkan banyak sekali hal,
ambil hikmahnya..
perkara akan kesabaran,
perkara akan kepercayaan,
percaya akan kekuatan doa.
Ya, itulah..

Seni cinta jarak jauh, sayang..
Jadi bersabarlah..

Aku tak tahu semua akan berujung apa penantian kita ini,
Aku tidak bisa berjanji,
apa yang telah ku alami tempo hari,
mengajarkan aku untuk lebih tawakkal,
menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya setelah kita berusaha.
Yang aku tahu,
Aku hanya akan melakukan hal yang terbaik yang aku bisa.
Untuk kita..
Selebihnya, biar Tuhan yang memberikan sentuhan akhir...
Apapun, 
mari kita terima takdir..

Aku,
hanya siluet2 di pikiranmu,
tak terlihat,
tak bisa juga kau sentuh,
aku hanya bisa kau rasakan ketika kau memejamkan mata,
ketika ku merindukan sosokku ditengah kesibukanmu..

Aku,
cinta jarak jauhmu..
Merindulah dan jatuh cintalah kepadaku selalu,
karena itu yang akan mengalahkan jarak dan waktu..

Jatuh cintalah kepadaku..
Selalu..

:)








Sabtu, 12 Oktober 2013

(Be) Titanium

Titanium..
Atau unsur kimia bersimbol Ti..
Tahukah anda?
Adalah suatu logam transisi..
Suatu logam yang sama kuat dengan baja..
Akan tetapi beratnya hanya 60 % dibandingkan dengan berat baja..
Lebih ringan, tetapi memiliki kekuatan yang sama dengan baja dan memiliki kekuatan lelah yang lebih tinggi dibandingkan dengan alumunium..

Titanium..
Logam yang tahan korosi,  tahan suhu tinggi, dan oleh karena kelebihan kelebihannya, maka titanium banyak dimanfaatkan orang untuk segala hal.
Kuat-tapi ringan-
memiliki daya tahan lebih dibandingkan logam lain..

so???
Teladani si Titanium..
Insyaallah- I will..
Ibarat, titanium adalah sosok orang yang kuat, yang tabah, yang bisa bertahan dengan keadaan apapun yang mungkin bagi sebagian orang lain akan terasa berat.
Terserah orang mau mengatakan apa-mencaci maki apa- berpikir apa-  selagi memang kita benar-bertahanlah-lanjutkan...
Ibarat hati yang sekuat baja-pantang menyerah.

Jangan melihat beratnya yang ringan, akan tetapi kekuatannya.
Orang bisa jadi menggap anda sepele, rendah, anak kecil, ga mampu dan tak tahu apa-apa.
Mungkin..
Tapi dibalik itu semua, bisa jadi anda memiliki kualitas, pemikiran, mental yang lebih dewasa dan lebih kuat daripada orang yang memandang sebelah mata ke anda.
 Tunjukkan bahwa anda berdaya..

Oleh karena sifat sifat yang dimilikinya, titanium banyak dimanfaatkan dalam banyak hal..
militer,industri, kedokteran, mesin, perikanan.
Membuat tank, pesawat luar angkasa, pengganti tulang tengkorak, penyambung tulang dll.
Begitu pula bisa terjadi dengan anda..
Tunjukkan bahwa dengan sifat sifat anda , walaupun mungkin disepelekan, anda bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Dalam segala hal.
Ketika anda telah menunjukkan kualitas anda, Justru anda yang akan dicari orang lain.Bukan anda mencari orang lain.
Karena konon, sebaik-baiknya orang adalah orang yang bisa menjadi manfaat bagi orang lain.

Keep positip-do the best-dan biar Allah yang mengurus segala sesuatunya kemudian..

Tetaplah menjadi Titanium..



Minggu, 06 Oktober 2013

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-32/PJ/2013
TENTANG
TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN
PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN
BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU
DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
        
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
        
Menimbang:a.bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 14 huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
  b.bahwa dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
  c.berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
        
Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2.Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3.Peraturan Pemerintah Nomor 94 TAHUN 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
  4.Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik Tahun 2013 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424);
  5.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
        
MEMUTUSKAN :
        
Menetapkan:PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.
        
 Pasal 1
 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan :
 1.Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu adalah Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
 2.Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang untuk selanjutnya disebut Surat Keterangan Bebas adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain yang dapat dikreditkan.
        
 Pasal 2
 Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final kepada Direktur Jenderal Pajak.
        
 Pasal 3
 (1)Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Keterangan Bebas.
 (2)Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
        
 Pasal 4
 (1)Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan syarat:
  a.telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya Surat Keterangan Bebas
  b.menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat diajukannya Surat Keterangan Bebas;
  c.menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
  d.ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
 (2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk setiap pemotongan dan/tau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23.
        
 Pasal 5
 (1)Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan:
  a.Surat Keterangan Bebas; atau
  b.surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas,
  dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
 (2)Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
 (3)Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlewati.
        
 Pasal 6
 Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud Pasal 3 berlaku sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
        
 Pasal 7
 (1)Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk setiap transaksi yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final apabila telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan.
 (2)Permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan syarat:
  a.menunjukkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1);
  b.menyerahkan bukti penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu untuk setiap transaksi yang akan dilakukan dengan pemotong dan/atau pemungut berupa Surat Setoran Pajak lembar ke-3 yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, kecuali untuk transaksi yang dikenai pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas:
   1)impor;
   2)pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
   3)pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
   4)pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri;
  c.mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut Pajak Penghasilan dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum dalam Surat Keterangan Bebas.
  d.ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
 (3)Fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
  a.satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan;
  b.satu lembar untuk diserahkan Wajib Pajak kepada Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut;
  c.satu lembar untuk diserahkan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar
 (4)Legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sejak permohonan legalisasi diterima lengkap.
 (5)Legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diberikan apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi.
        
 Pasal 8
 Bentuk formulir untuk:
 (1)permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I;
 (2)surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II
 (3)Surat Keterangan Bebas untuk pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III;
 (4)Surat Keterangan Bebas untuk pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 22 impor menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV;
 (5)Surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dibuat menggunakan formulir sebagaimana
Lampiran V;
 (6)permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI,
 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
        
 Pasal 9
 (1)Setelah Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain bagi Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu diajukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
 (2)Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-1/PJ/2011 bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, tetap berlaku sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan.
        
 Pasal 10
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
        
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 September 2013

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

                        ttd.

          A. FUAD RAHMANY

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK
YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK lNDONESIA,

Menimbang
:a.bahwa untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu, perlu memberikan perlakuan tersendiri ketentuan mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang;
  b.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  
2.
Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILANDARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
  
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
  
1.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983tentang Pajak Penghasilan.
  
2.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  
Pasal 2
  
(1)
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
  
(2)
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
     a.Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
     b.menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
  
(3)
Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
     a.menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
     b.menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
  
(4)
Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
     a.Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
     b.Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
  
Pasal 3
  
(1)
Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen).
  (2)Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
  (3)Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.
  (4)Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

  
Pasal 4
  
(1)
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.
  
(2)
Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  
Pasal 5
  
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
  
Pasal 6
  
Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud daIam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  
Pasal 7
  
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.
  Pasal 8
  
Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut:
  
a.
kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak;
  
b.
Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  
c.
kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya.
  
Pasal 9
  
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan kriteria beroperasi secara komersial diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
   
  
Pasal 10
  
Hal khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai berikut:
  
a.
didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  
b.
didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini di bulan sebelum Peraturan Permerintah ini berlaku;
  
c.
didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
  
Pasal 11
  
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013.
  
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
   
    
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 12 Juni 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

   
  ttd.
   
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
    
    
    
    
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 13 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
  
 REPUBLIK INDONESIA,
       
   ttd.   
       
  AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 106

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK
YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

I.
UMUM
 
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan penetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut ditetapkan dengan berdasarkan pada pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
 
Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu, untuk melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang.
II.
PASAL DEMI PASAL
 
Pasal 1
  
Cukup jelas.
 
Pasal 2
  
Ayat (1)
   
Cukup jelas.
  
Ayat (2)
   
Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, selain peredaran bruto dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
Berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
   
a.
penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
    b.
penghasilan dari usaha dan kegiatan;
    c.
penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha;dan
    d.
penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
   
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
    a.
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
    b.
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
    c.
olahragawan;
    d.
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
    e.
pengarang, peneliti, dan penerjemah;
    f.
agen iklan;
    g.
pengawas atau pengelola proyek;
    h.
perantara;
    i.
petugas penjaja barang dagangan;
   j.
  agen asuransi; dan
    k.
distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
   
Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama dengan tahun kalender. Namun demikian, bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku tersebut.
Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena memenuhi 6 (enam) bulan pertama dari tahun 2013.
Contoh penentuan peredaran bruto:
Rajesh merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui rincian peredaran usaha di tahun 2013 adalah sebagai berikut:
a. Pasar A sebesar Rp80.000.000,00;
b. Pasar B sebesar Rp250.000.000,00;
c. Pasar C sebesar Rp400.000.000,00.
Dengan demikian peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp730.000.000,00 (Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00).

  
Ayat (3)
   
Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong dalam ketentuan ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui suatu tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang menurut peraturan perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
  
Ayat (4)
   
Cukup jelas.
 
Pasal 3
  
Ayat (1)
   
Contoh penentuan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final:
CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah yang berdasarkan pembukuan atau catatan pada Tahun Pajak 2013 (Januari 2013 sampai dengan Desember 2013), memiliki peredaran bruto sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Dengan demikian, atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen), karena peredaran bruto CV Andik pada Tahun Pajak 2013 tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratusjuta rupiah).
  
Ayat (2)
   
Cukup jelas.
  
Ayat (3)
   
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (1) dan ayat (2), pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik sampai dengan bulan Desember 2014 (akhir Tahun Pajak 2014) tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen).
  
Ayat (4)
   
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (3), pada bulan Januari sampai dengan Desember 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah), maka penghasilan yang diperoleh CV Andik pada tahun 2015 (tahun berikutnya), dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
 
Pasal 4
  
Ayat (1)
   
Cukup jelas.
  
Ayat (2)
   
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), pada bulan Agustus 2014 memperoleh penghasilan dari usaha penjualan gerabah sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang untuk bulan Agustus 2014 dihitung sebagai berikut:
Pajak Penghasilan yang bersifat final  = 1% x Rp50.000.000,00
                                                                      = Rp500.000,00
 
Pasal 5
  
Atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri, misalnya penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah, meskipun peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetapi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan tersebut.
 
Pasal 6
  
Cukup jelas.
 
Pasal 7
  
Cukup jelas.
 
Pasal 8
  
Contoh perlakuan kompensasi kerugian:
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami kerugian pada Tahun Pajak 2010, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai dengan Tahun Pajak 2015.
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini maka jangka waktu kompensasi kerugian tetap dihitung sampai dengan Tahun Pajak 2015.
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dan mengalami kerugian berdasarkan pembukuan, maka atas kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan Tahun Pajak berikutnya.
 
Pasal 9
  
Cukup jelas.
 
Pasal 10
  
Contoh penentuan peredaran bruto sebagai dasar dikenainya Pajak Penghasilan dengan Peraturan Pemerintah ini, dalam hal:
   a.
Tahun Pajak sebelumnya kurang dari 12 (dua belas) bulan;
   b.
Wajib Pajak baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini pada bulan sebelum bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini; dan
   c.
Wajib Pajak baru terdaftar setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, untuk Tahun Pajak pertama,
  
adalah sebagai berikut:
   1)
PT Maju Jaya menggunakan tahun kalender sebagai Tahun Pajak. Terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak bulan Agustus 2013. Peredaran bruto selama bulan Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013 adalah Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Peredaran bruto tahun 2013 disetahunkan adalah:
Rp150.000.000,00 x 12/5 = Rp360.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan di tahun 2013 tidak melebihi Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
   2)
PT Daya Tangkap terdaftar 3 (tiga) bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Jumlah peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan tersebut adalah Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Peredaran bruto selama 3 (tiga)bulan yang disetahunkan adalah:
Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga) bulan tersebut tidak melebihi Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh mulai pada bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan, dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
   3)
Gatot Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan November 2014. Pada bulan November 2014 tersebut, memperoleh peredaran bruto sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Penghasilan bruto bulan November 2014 disetahunkan adalah: 12/1 x Rp 15.000.000,00 = Rp180.000.000,00
Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan pertama mulai terdaftar sebagai Wajib Pajak) yang disetahunkan tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
 
Pasal 11
  
Cukup jelas.
  
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5424