Senin, 04 Mei 2015

Kemarin...

Kemarin.

Tangis tak terbendung lagi.

Selama 5 musim lamanya aku berpisah dengan mereka.
Selama 5 musim pula banyak hal yang terjadi. Yang mengubah seluruh tatanan hidup yang biasa kulakukan.

Kemarin.

Teraduk aduk rasanya.
Rindu.
Ya.
Aku rindu mereka ternyata.

Kita terpisahkan.
Seiring dengan pupusnya kisah.

Mama.
Papa.
Aku memanggilnya demikian.

Memang bukan orang tua dalam arti yang sebenarnya.
Bukan.
Mereka bukan orang tua kandungku.
Sama sekali.

Akan tetapi rasaku dan rasa mereka mungkin lebih dari rasa yang dimiliki orang biasa.

5 musim telah merubah segalanya.
Aku rindu.

Aku nekat menemui mereka.
Dan aku tak kuasa menahan segala haru biru.
Hanya ada isak tangis.
Terlalu sayang.
Eman.

Aahhh.  Mengapa dulu aku memutuskan demikian?

Kini kulihat tubuh papa renta.
Rambut putih hampir merata.
Tubuhnya tak lagi segar.
Kuraba.
Hangat.
Kulitnya tak kencang.
Kurusan.
Dan di tangan kanannya ada bekas lubang tusukan jarum yang setiap hari ditancapkan.
Sedangkan tangan kiri tertancap selang infus.

Ahh..
Kemana tubuh yang dulu gagah perkasa?
Suara yang lantang?
Dan kini kupandangi mata yang keluar air mata ketika aku pun menangis untuknya?
Tanya lirih pun tertuju kepadaku.
Aku menjawab.
Bergetar.
Tubuh,
Dan suara dari pita suaraku.

Ahh.
Aku tak menyesal.
Aku hanya menyayangkan.
Aku akhiri kisah dan aku berpisah dengan kalian.

Setelah 5 musim yang panjang.
Aku berdiri di depan mereka.
Bukan untuk mengiba.
Tapi untuk bukti bahwa aku sebenarnya sayang mereka.
Sama dengan sayangku ke orang tua ku sendiri.
Aku hanya menjaga jarak.
Tapi doaku tak berjarak.
Dalam malamkupun aku masih memimpikan.
Kapan aku berani beradu pandang dan menyapa?

Kemarin doaku terjawab.

Semua tak semenyeramkan yang ada di pikiran.
Yang ada hanyalah isak tangis, peluk haru, dan suara lirih.
Semua menangis.

Ketika kutampakkan sosokku di hadapan semua.
Aku tak sembunyi.
Sama sekali.
Aku hanya menunggu waktu yang tepat.
Sama seperti waktu itu kemarin.
Kau tak tahu bagaimana menjadi aku.
Menahan rindu ketika kurasakan juga tak kuasanya ragaku menghadap fisikmu.

Aku lemah dihadapan kalian mah,pah !

Bisa saja aku melakukan apapun yang kalian inginkan.
Sungguh.
Berpisah dengan kalian bukan suatu pilihan.
Itu dampak dari suatu keputusan..
Dan aku tak menyesali keputusan itu.
Aku hanya sayang.
Setelahnya aku lega.

Aku tau kalian juga menyayangkan.
Tapi kalian adalah juga malaikat tak bersayap.
Tak beda dengan orang tuaku sendiri.
Itu yang membuatku tak ingin kehilangan kalian lagi.
Walaupun memang tak ada rencana untuk mengulangi kisahku dengan anakmu lagi.

Biarlah pah mah .
Terima kasih ..
Atas cinta kalian.
Aku bukan siapa siapa.
Tapi dengan kau memperlakukanku seperti seorang kesayangan,
Aku menjadi lebih dari siapa siapa.
Itu yang kurasa.
Aku merasa,
Aku istimewa.
Terima kasih atas segalanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar